Begitu peliknya masalah yang ada di negeri ini menyebabkan pemerintah belum mampu untuk menangani semua masalah yang ada secara detail. Mulai dari kasus aborsi, penganiyaan pembantu rumah tangga, kemiskinan, pecandu narkoba, hingga masalah orang-orang yang terdiskriminasi dari masyarakat karena menderita AIDS. Masyarakat awam cenderung melihat masalah secara sepintas. Bahwa yang baik itu baik dan perilaku yang buruk itu buruk. Tanpa melihat latar belakang dari suatu masalah itu. Seperti penderita HIV/AIDS misalnya, masyarakat dari awal telah mengecap bahwa orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seorang yang mempunyai perilaku buruk seperti melakukan seks bebas, pecandu narkoba dan pengguna tatto dengan jarum suntik yang dipakai secara bergantian. Tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan yang buruk menurut masyarakat. Sehingga stigma negatif terhadap ODHA muncul. Padahal tidak semua ODHA melakukan tindakan yang dianggap buruk itu. Secara tidak disengaja ODHA bisa tertular HIV. Penularan HIV ini bisa dikarenakan mereka yang tidak tahu bahwa jarum suntik yang ia gunakan merupakan jarum suntik bekas, korban pelecehan seksual, bayi yang tertular HIV karena minum ASI dari ibu penderita AIDS dan bisa juga mereka tidak tahu jika pasangannya ternyata penderita AIDS.
Stigma terhadap ODHA tersebut
menjadikan hak ODHA masih dilanggar di beberapa hal. Seperti akses terhadap
penyediaan informasi dan pelayanan kesehatan bagi ODHA, penolakan dari tenaga
medis yang sering beralaskan “perawatan khusus” sehingga dibutuhkan kewaspadaan
khusus, pemutusan hubungan kerja dengan alasan tidak lagi mampu atau layak
untuk bekerja, dan salah satu persyaratan kesehatan ketika mendaftar kerja
yakni “bebas HIV dan AIDS”. Padahal ODHA juga bagian dari masyarakat Indonesia
yang wajib dijamin haknya oleh pemerintah. Hak-hak ODHA masih sering dilanggar dikarenakan
lingkungannya yang belum bisa berperan dalam mengondisikan kesadaran kritis
ODHA, sehingga mereka tidak tahu akan hak-haknya dan belum ada kesadaran kritis
untuk menuntut hak tersebut. Selain dari ODHAnya sendiri, orang lain juga
berperan dalam pelanggaran hak-hak ODHA. Diantaranya orang lain kurang akan
informasi yang komprehensif mengenai HIV dan AIDS. Masyarakat tidak paham
dengan informasi yang ada, masyarakat takut dapat ketularan HIV dan masyarakat
berprasangka negatif kalau ODHA itu buruk.
Orang yang sudah terinfeksi HIV atau
terkena penyakit AIDS pada mulanya akan merasa malu terhadap sesama sehingga
mereka akan menutup dirinya sendiri dari masyarakat. Mereka akan merasa bahwa
mereka itu manusia yang buruk seperti stigma yang ada pada masyarakat. Itulah
kenapa kita harus mendampingi mereka. Supaya mereka bisa bangkit dari
keterpurukan dan dapat melanjutkan hidup dengan penuh semangat. Mereka juga
harus terus mengontrol kesehatannya dan meminum obat yang dapat meningkatkan
kekebalan tubuhnya seperti tes CD4. Dengan membangun panti rehabilitasi khusus
untuk para penderita HIV juga dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Mereka akan merasa bahwa masih banyak orang yang peduli dengan penderita AIDS.
Mereka juga lebih dapat meningkatkan kreativitas mereka karena dalam panti
rehabilitasi mereka akan difasilitasi dan diajari untuk berkreasi sesuai
kemampuan masing-masing.
Lantas
bagaimana dengan nasib para ODHA? Bagaimana perasaan mereka jika masyarakat
tidak menerima mereka? Untuk itu kita sebagai remaja yang tidak ingin ada
keresahan di masyarakat, kita jangan turut ikut membenci ODHA. Kita wajib untuk
menjaga ODHA, menemani ODHA supaya ODHA bangkit dari keterpurukannya. Jika kita
mendiskriminasi ODHA bisa saja mereka melakukan sesuatu yang buruk di masyarakat.
Seperti menularkan penyakitnya ke masyarakat dengan cara tidak mengakui bahwa
dirinya penderita AIDS kepada suami atau istri mereka. Mereka melakukan
hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman seperti kondom yang mengakibatkan
penyakit AIDS dapat cepat penyebarannnya di masyarakat. Sesungguhnya jika kita
baik kepada ODHA, mereka juga akan berperilaku baik kepada kita (masyarakat).
Mereka akan dapat menghargai hak orang lain, mencari informasi terkait
kesehatan diri, menjaga kesehatan sendiri, memberikan informasi yang benar
tentang kesehatannya kepada dokter, mengikuti petunjuk atau nasehat dokter,
tidak menularkan penyakitnya ke orang lain serta tetap optimis dan percaya
diri.
Sebagai
remaja, kita dapat turut serta mencegah penularan virus HIV yaitu dengan cara
melakukan kampanye ataupun sosialisasi kepada masyarakat terutama untuk
penderita AIDS supaya dalam melakukan hubungan seksual selalu menggunakan
kondom. Selain itu juga selalu pastikan menggunakan jarum suntik / tindik /
tatto yang steril tidak digunakan secara bergantian dan juga menyarankan kepada
pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan pemeriksaan secara
rutin bagi yang sudah aktif secara seksual maupun pengguna NAPZA suntik. Bagi
ibu hamil yang sudah terinfeksi HIV, penularan ke bayi bisa dicegah dengan
program prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) yang mencakup
terapi ARV dan persalinan bedah caesar.
Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan
kesehatan reproduksi untuk kaum remaja juga sangat dianjurkan. Apalagi jika dilihat
dari jumlah kasus penderita HIV/AIDS pada remaja selalu meningkat setiap
tahunnya. Seperti yang dilaporkan oleh Data statistik Ditjen PP & PL
Kementerian Kesehatan RI pada Oktober 2014, dalam triwulan Juli s.d. September
2014 dilaporkan jumlah tambahan kasus terinfeksi HIV sebanyak 7.335 dan jumlah
kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 176. Sedangkan jumlah kasus HIV &
AIDS yang telah dilaporkan dari 1 Januari s.d. 30 September 2014 adalah HIV
sebanyak 22.869 kasus dan AIDS sebanyak 1.876 kasus. Kemudian secara kumulatif
kasus HIV & AIDS 1 Januari 1987 sampai dengan 30 September 2014 terdiri
dari HIV sebanyak 150.296 kasus dan AIDS sebanyak 55.799 kasus (spiritia.or.id,
18/11/ 2014).
Dari
kasus tersebut, masih berdasarkan statistik di atas, bahwa menurut golongan
umur, jumlah yang terkena infeksi virus tersebut adalah; umur 15-19 sebanyak
1.717 kasus, umur 20 - 29 sebanyak 18.352 kasus, umur 30 - 39 sebanyak 15.890
kasus, umur 40 - 49 sebanyak 5.974 kasus, dan umur 49 - 59 sebanyak 1.874
kasus. Dari jumlah tersebut, kalangan remaja dan dewasa adalah kelompok dengan
porsi cukup besar. Persentase kumulatif kasus di kalangan remaja khususnya,
memang tidak sebesar kelompok usia lainnya, namun tetap memerlukan perhatian
besar.
UNICEF
menyebutkan, sekitar 71.000 remaja berusia antara 10 dan 19 tahun meninggal
dunia karena virus HIV pada tahun 2005. Jumlah itu meningkat menjadi 110.000
jiwa pada tahun 2012 (health.kompas.com/read/2014/01/24). Hal tersebut
disebabkan karena di Indonesia masih menganggap bahwa pendidikan tentang
kesehatan reproduksi bersifat tabu. Di sekolah-sekolah dan para orang tua tidak
memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada anaknya yang
menyebabkan anak-anak tidak mengetahui informasi tersebut.
Contoh
kasus yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan remaja banyak menderita AIDS
adalah karena mereka menggunakan narkoba jenis suntik. Masa remaja merupakan
masa transisi dimana masa perubahan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini
mereka cenderung untuk mencoba-coba melakukan sesuatu yang belum pernah mereka
lakukan. Dimasa yang masih labil tersebut, kaum remaja sangat mudah dibujuk
oleh temannya melakukan sesuatu yang baru. Di masa remaja pula, hormon-hormon
dalam tubuhnya mulai berkembang, sehingga banyak remaja yang mengalami stres.
Karena perasaan stres yang tidak tertahankan, tidak sedikit remaja yang mulai
menggunakan narkoba dengan tujuan supaya stres mereka menghilang dan mereka
bisa merasakan kenikmatan seperti perasaan senang. Padahal penggunaan narkoba
dengan jarum suntik yang tidak steril mempermudah penularan virus HIV dari satu
orang ke orang yang lain. Mengupayakan pembinaan secara intensif dan integratif
kepada para pelaku, pemakai obat-obat terlarang sangat diperlukan pada kelompok
remaja tersebut. Karena itu kembalikan mereka pada habitat amalan ibadah
dalam agamanya dengan sebaik-baiknya.
Melakukan
pembinaan kepada para penderita HIV/AIDS kaum remaja maupun dari segala umur
dapat mengurangi stress mereka. Dengan kita memberikan perhatian kepada ODHA,
membuat ODHA merasa mereka tidak sendiri di dunia ini. Penderita HIV/AIDS juga
perlu dimudahkan aksesnya mendapatkan ARV dan terjangkau tes CD-4 yang
merupakan layanan yang dapat meminimalisasi penyebaran virus. Orang yang sudah
menderita AIDS memang sudah terlanjur menderita. Kita sebagai orang normal
jangan sampai menyakiti hati mereka dengan cara mengasingkan mereka. Supaya
kesehatan mereka tidak bertambah buruk dan supaya mereka tetap dapat produktif
dalam bekerja. Untuk itu kita perlu mendampingi mereka menjalani hidupnya
menuju hidup yang lebih baik.
Janganlah Menangis
Kawanku, Aku akan selalu ada untukmu, disampingmu, setiap waktu. Jika kamu
bersedih, datanglah padaku, aku akan mendengarkan segala keluhan dari hatimu. Tetaplah tegar
kawanku, setiap insan itu memang selalu diuji dengan cobaan, supaya keimanan,
ketakwaan, dan keteguhan hatinya meningkat. Untukmu kawanku, kamu adalah orang
yang spesial, kamu mengalami cobaan yang orang lain belum tentu mengerti.
Jadilah orang yang kuat, jadilah orang yang hebat. Buktikan pada dunia bahwa
kamu itu bisa, bahwa kamu itu bukan orang yang rendah. Jangan bersembunyi
kawanku, supaya aku bisa terus melihat senyumanmu yang paling tulus dari dalam
hatimu. Tetap tersenyum dan jangan pernah berhenti untuk terus berusaha.
Yakinlah bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan hambanya.
-dari kawanmu yang tidak ada henti-hentinya
untuk selalu mendoakan yang terbaik untukmu J
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda secara bijak